Wakaf, Wakaf Quran, Wakaf Produktif, Wakaf Al quran, Wakaf Tunai, Wakaf Masjid, Wakaf Jembatan, Wakaf Sekolah, Wakaf Quran Braille, Wakaf Alquran Braille, Rumah Wakaf Indonesia,
Wakaf Tanah, Rumah Wakaf, Bayar Wakaf, Bayaran Wakaf Online, Bayar Wakaf Online, Lembaga Wakaf, Lembaga Wakaf di Indonesia, Tempat Wakaf, Wakaf Online, Rumah Wakaf Bandung, Wakaf Online Indonesia, Wakaf Center, Wakaf Infak Sedekah, Wakaf Pembangunan Masjid
Wakaf Tanah, Rumah Wakaf, Bayar Wakaf, Bayaran Wakaf Online, Bayar Wakaf Online, Lembaga Wakaf, Lembaga Wakaf di Indonesia, Tempat Wakaf, Wakaf Online, Rumah Wakaf Bandung, Wakaf Online Indonesia, Wakaf Center, Wakaf Infak Sedekah, Wakaf Pembangunan Masjid
Kehadiran Islam di muka bumi adalah dalam rangka membebaskan
umat manusia dari ketertindasan sistem struktur sosial yang selalu condong
kepada hawa nafsu sesaat lagi hina. Serta penyakit psikologis yang dapat
memberikan perubahan perilaku umat manusia kepada perusakan alam semesta dan
manusia yang lain, akibat sikap serakah yang mereka miliki. Maka prinsip tauhid
dan keadilan sosial harus hadir, agar kehidupan manusia dapat selamat di dunia
dan akhirat sampai akhir hayatnya.
Islam merupakan agama sosial, ajaran-ajarannya selalu
berorientasi kepada kemaslahatan sosial. Bila kita perhatikan, tidak satupun
ibadah yang diperintahkan ataupun yang dilarang islam, tidak berorientasi
kepada kemashlahatan sosial. Islam, sebagai agama universal (rahmatan
lil’alamin) memiliki paradigma dan konsep tersendiri, ia sangat khas dan
berkarakter visioner. Statemen ini dapat dibuktikan dari doktrin-doktrin dasar
islam. Termasuk, bagaimana islam menerangkan fungsi kedudukan harta, cara dan
etika mendapatkannya, memanfaatkan serta mengeluarkannya.
Pada dimensi vertikal, harta dipandang sebagai sarana, atau
alat untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, harta bukanlah tujuan, sehingga
tidak wajar bila dicari, dikejar dengan cara-cara tidak syar’i bahkan
menjauhkan diri darinya. Sedangkan pada dimensi horizontal, harta berfungsi
sebagai salah satu sarana mewujudkan bangunan masyarakat yang penuh dengan
keadilan. Keharmonisan dan kesejahteraan. Dengan harta bukanlah sarana untuk
pamer atau pemilah strata sosial suatu masyarakat, atau lebih jelek lagi
sebagai pemicu kecemburuan sosial dan tindak kriminal.
Kelebihan harta yang dimiliki seseorang, hendaknya menjadi
piranti positif, yang dapat digunakan dalam interaksi sosial untuk saling
membantu dan tolong menolong. Karena kelebihan tersebut bukan hasil jerih payah
manusia semata. Sebagaimana sesumbar Fir’aun yang sangat sombong dengan
hartanya. Namun perlu disadari betul, bahwa ada campur tangan sang pemilik
jagad raya ini, pemberian kelebihan harta tersebut, tentunya memiliki suatu
tujuan dan hikmah tertentu.
Allah SWT memberikan isyarat dalam Surat (Az-Zukhruf:32):
“Apakah mereka yang membagi-bagikan rahmat Tuhanmu! Kami telah menentukan
antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah
meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar
sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu
lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. Demikianlah sindirian Allah SWT
kepada kita untuk selalu menggunakan amanah harta dalam kehidupan dunia ini.
Lebih lanjut, islam juga membuat konsep terapan. Sebagai
pijakan dalam upaya mendapatkan dan mengeluarkan harta, baik dari sisi cara,
etika dan hal-hal lainnya. Secara global, Rasullah menjelaskan, pada hari
kiamat nanti, tidak akan bergeser kaki seorang hamba sebelum ditanya empat
perkara, satu diantaranya adalah tentang harta, bagaimana ia mendapatkannya dan
kemana pula ia memanfaatkannya. Hadits itu harus dijadikan sandaran, untuk
mengkaji secara mendalam. Segala hal yang berkaitan dengan dengan harta
kekayaan.
Tuntutan Islam dalam mendapatkan harta, tidak hanya faktor
kualitas yang diprioritaskan, namun juga yang lebih mendasar, harta tersebut
bersifat halal. Baik ditinjau dari mendapatkannya maupun kondisi riil harta itu
sendiri. Kemudian dalam mengeluarkan dan memanfaatkannya. Islam sangat konsen
mengaturnya, supaya harta kekayaan dapat memberikan kebaikan secara umum dan
tidak jatuh pada hal-hal yang bersifat mubazir dan maksiat. Karena dalam fiqh
islam kita mengenal syariat zakat, baik zakat mal maupun fitrah, infaq,
shadaqah biasa dan sedekah paten yang dikenal dengan wakaf .
Konsep Wakaf merupakan alternatif, bagi kehidupan berbangsa
Indonesia saat ini yang mengalami keterpurukan ekonomi. Kesenjangan sosial akan
semakin jauh jika praktek pengelolaan dan pemberdayaan zakat ataupun wakaf
tidak terealisir di masyarakat. Kemiskinan dan kesenjangan sosial ekonomi di
sebuah Negara yang kaya dengan sumber daya alam dan mayoritas penduduknya
beragama islam, seperti Indonesia, merupakan suatu keprihatinan. Jumlah
penduduk miskin terus menanjak sejak krisis ekonomi pada 1997 hingga sekarang.
Pengabaian atau ketidakseriusan penanganan terhadap nasib dan masa depan puluhan
juta kaum Mustadh’afin yang tersebar di seluruh tanah air merupakan sikap yang
berlawanan dengan semangat dan komitmen Islam terhadap persaudaraan dan
keadilan sosial.
Bila ditelaah secara mendalam, ditemukan bukti-bukti empiris
bahwa pertambahan jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan bukanlah
karena persoalan kekayaan alam yang tidak sebanding dengan jumlah penduduk
(over population); akan tetapi karena persoalan distribusi pendapatan dan akses
ekonomi yang tidak adil diakibatkan tatanan sosial yang buruk serta rendahnya
rasa kesetiakawanan diantara sesama anggota masyarakat ataupun sebuah sistem
pengelolaan dan pemberdayaan harta umat islam yang tidak transparan, akuntable
dan tepat sasaran sehingga menyebabkan ketimpangan sosial yang paten diantara
bangsa dan umat islam sendiri. Lingkaran kemiskinan yang terbentuk dalam
masyarakat kita lebih banyak kemiskinan struktural, sehingga upaya mengatasinya
harus dilakukan melalui upaya yang bersifat prinsipil, sistematis, dan
komprehensif, bukan hanya bersifat parsial dan sporadis.
Zakat dan Wakaf merupakan pranata keagamaan yang memiliki
kaitan secara fungsional dengan upaya pemecahan masalah-masalah kemanusiaan,
seperti pengentasan kemiskinan dan kesenjangan sosial akibat perbedaan dalam
kepemilikan kekayaan. Zakat dan Wakaf menghapus sumber-sumber kemiskinan
meratakan kekayaan dalam arti standar hidup setiap individu lebih terjamin,
sehingga mestinya tidak ada orang atau kelompok masyarakat yang menderita,
sementara sebagian orang yang lain hidup berlimpah kemakmuran dan kemewahan.
Salah satu tujuan Zakat dan Wakaf adalah mempersempit jurang perbedaan ekonomi
dalam masyarakat hingga batas seminimal mungkin. Jika Zakat memiliki gagasan
untuk menolong golongan lemah agar bisa tetap hidup untuk mencukupi kebutuhan
diri dan keluarganya setiap harinya, maka Wakaf menduduki pada peran
pemberdayaan mereka secara lebih luas untuk meningkatkan taraf hidup dari
sekedar mencukupi sehari-hari.
Fakta di lapangan memberitahukan kepada kita, bahwa jumlah
umat islam di Indonesia mampu menunaikan kewajiban zakat terus bertambah. Jika
potensi ekonomi umat itu dikelola dan dikembangkan secara produktif, tentu akan
diperoleh hasil yang optimal. Pengelolaan dan pendayagunaan Zakat ke dalam
usaha produktif dilakukan tanpa mengurangi peruntukan dana zakat sebagai solusi
mengatasi hajat kebutuhan jangka pendek, seorang Menteri Agama pada era
Presiden Megawati pernah melontarkan pernyataan optimis bahwa dana zakat saja
dapat mencapai 7,5 triliun per tahun. Terlepas dari otak-atik angka dan akurasi
hitungan, kedermawanan kita memang menyimpan potensi besar. Sedangkan kalau
digabungkan antara Zakat, Infak maupun Sedekah mencapai 19,3 Triliyun
/pertahun.
Selain konsep zakat yang produktif itu, islam juga mengenal
lembaga wakaf yang merupakan sumber asset yang memberi kemanfaatan sepanjang
masa. Namun, Pengumpulan, pengelolaan, dan pendayagunaan harta wakaf produktif
di tanah air masih sedikit dan ketinggalan dibanding negara lain. Begitupun
studi perwakafan di tanah air kita masih terfokus kepada segi hukum fiqih, dan
belum menyentuh manajemen perwakafan. Padahal semestinya, wakaf dapat dijadikan
sebagai sumber dana dan asset ekonomi yang senantiasa produktif dan memberi
hasil kepada masyarakat, sehingga dengan demikian harta wakaf benar-benar
menjadi sumber dana dari masyarakat untuk masyarakat dan di masa depan akan
dapat mensejahterakan umat.
Salah satu lembaga ekonomi islam yang sangat berperan dalam
pemberdayaan ekonomi umat adalah wakaf. Dalam sejarah, wakaf telah memerankan
peran penting dalam pengembangan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat.
Hal-hal yang paling menonjol dari lembaga wakaf adalah peranannya dalam
membiayai berbagai pendidikan Islam dan kesehatan. Sebagai contoh misalnya di
Mesir, Saudi Arabia, Turki dan beberapa Negara lainnya pembangunan dan berbagai
sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan dibiayai dari hasil pengembangan
wakaf. Kesinambungan manfaat hasil wakaf dimungkinkan oleh berlakunya wakaf
produktif yang didirikan untuk menopang berbagai kegiatan sosial dan keagamaan.
Wakaf Produktif pada umumnya berupa tanah pertanian pertanian atau perkebunan,
gedung-gedung komersial, dikelola sedemikian rupa sehingga mendatangkan
keuntungan yang sebagian hasilnya dipergunakan untuk membiayai berbagai
kegiatan tersebut. Bahkan dalam sejarah, wakaf sudah dikembangkan dalam bentuk
apartemen, ruko dan lain-lain. Disamping apartemen dan ruko, terdapat wakaf
toko makanan, pabrik-pabrik, dapur umum, mesin-mesin pabrik, alat-alat pembakar
roti pemeras minyak, tempat pemandian, dan lain-lain. Wakaf Produktif ini
kemudian dipraktekkan di berbagai Negara sampai sekarang. Hasil dari
pengelolaan wakaf tersebut dimanfaatkan untuk menyelesaikan berbagai masalah
sosial ekonomi umat.
Salah satu bentuk wakaf produktif dalam ijtihad ulama masa
kini adalah bentuk Wakaf Uang memang belum lama dikenal di Indonesia. Padahal
Wakaf Uang (Wakaf Tunai) tersebut sebenarnya sudah cukup lama dikenal di dunia
Islam, yakni sejak zaman kemenangan dinasti mamluk, para ahli fikih
memperdebatkan boleh atau tidaknya uang, diwakafkan. Ada sebagian ulama yang
membolehkan wakaf uang, dan sebagian ulama melarangnya, dan masing-masing
mempunyai alasan yang memadai. Meskipun wakaf uang sudah dikenal pada masa Imam
Mazhab, namun wakaf uang baru akhir-akhir ini mendapat perhatian para ilmuan
dan menjadi bahan kajian intensif. Di berbagai Negara Wakaf Uang sudah lama
menjadi kajian, dan bahkan sudah dipraktekkan serta diatur dalam peraturan
perundang-undangan.Yang menjadi masalah di berbagai tempat baik di Indonesia
maupun di Negara lain adalah pengelolaannya. Tidak jarang Wakaf dikelola dengan
manajemen yang kurang bagus sehingga dapat mengakibatkan Wakaf tersebut
berkurang atau hilang. Padahal Wakaf sebagai harta Allah tidak boleh berkurang
sedikitpun. Agar Wakaf dapat dikelola oleh Nazhir yang profesional dan harta
wakafnya dapat berkembang dengan baik, maka wakaf harus dikelola secara
transparan dan akuntabilitas .
Penulis mengambil contoh wakaf Produktif dalam bentuk wakaf
uang. Wakaf dalam bentuk uang, dipandang sebagai salah satu pilihan yang dapat
membuat wakaf mencapai hasil lebih banyak. Karena dalam Wakaf Uang ini, uang
tidak hanya dijadikan sebagai alat tukar –menukar saja. Lebih dari itu, uang
merupakan komoditas yang siap menghasilkan dan berguna untuk pengembangan
aktivitas perekonomian yang lain. Wakaf Uang juga dipandang dapat menghasilkan
sesuatu yang lebih banyak. Secara ekonomi, Wakaf Uang ini sangat besar
potensinya untuk dikembangkan, karena dengan model Wakaf Uang ini daya jangkau
serta mobilisasinya akan lebih jauh merata di tengah-tengah masyarakat
dibandingkan dengan model wakaf tradisional (wakaf dalam bentuk tanah dan
bangunan). Sebab wakaf dalam bentuk tanah dan bangunan hanya dapat dilakukan
oleh keluarga atau individu yang terbilang mampu (kaya) saja. Lingkup wakaf
tunai menjanjikan kemanfaatan yang lebih baik yang dapat diperoleh dari
sumber-sumber wakaf selain pemanfaatan hasil pengelolaan Wakaf, Wakaf Tunai
juga dapat memperluas jangkauan pemberi wakaf dan peningkatan produktifitas
harta wakaf .
Pengelolaan dana wakaf uang sebagai alat untuk investasi
menjadi menarik, karena faedah atau keuntungan atas invesatsi menjadi menarik.
Karena faedah atau keuntungan yang akan dapat dinikmati oleh masyarakat di mana
saja (baik lokal, regional maupun internasional). Hal ini dimungkinkan karena
faedah atas investasi tersebut berupa uang tunai (cash) yang dapat dialihkan
kemanapun. Di sisi invesatsi atas dana wakaf tersebut dapat dilakukan dimana
saja tanpa batas Negara. Hal inilah yang diharapkan mampu meningkatkan keharmonisan
antara masyarakat kaya dan masyarakat miskin. Isu kemashlahatan sosial yang
diusulkan dalam wacana wakaf uang memunculkan akar dan subtansi masalah sosial,
berupa keadilan ekonomi yang ternyata gagal dimanefestasikan oleh teori
pembangunan Kapitalis dan Marxis . Gagasan Wakaf Uang dipopulerkan kembali
melalui pembentukan Social Investment Bank Limited (SIBL) di Bangladesh yang
dikemas dalam meakanisme instrument Cash Waqf Certificate telah memberikan
kombinasi alternative solusi mengatasi krisis kesejahteraan yang ditawarkan
Chapra dan Prof. M.A. Mannan.
Model wakaf tunai dianggap tempat memberikan jawaban yang
menjanjikan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial dan membantu mengatasi krisis
ekonomi di tengah kegalauan policy (Kebijakan) pemberian intensif Tax Holiday
untuk merangsang masuknya modal asing. Yang memiliki potensi besar untuk
menjadi sumber pendanaan abadi guna mengelakkan bangsa dari para jerat utang
dan bergantung kepada luar Negeri. Wakaf Tunai sangat relevan memberikan model
Mutual Fund melalui mobilisasi dana abadi yang dikelola secara professional
yang amanah dalam fund managementnya di tengah keraguan terhadap pengelolaan
wakaf serta kecemasan krisis investasi domestic dan Syndrome Capital Flight
yang difasilitasi.
Di Indonesia Gerakan Wakaf Uang ini awalnya sudah dijalankan
oleh beberapa lembaga filantropi diantaranya, Dompet Duafa Republika, Tabung
Wakaf Indonesia (TWI), Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU), dll. Lembaga ini
mempunyai misi kemanusiaan membantu golongan dhuafa melalui Zakat, Infaq,
Shadaqah dan Wakaf (ZIAWAF). Lebih lanjut Dompet Dhuafa diperkenalkan pula
wakaf investai dan sekaligus mendirikan tabungan wakaf Indonesia sebagai
pengelola begitu pula Badan Wakaf Indonesia (BWI) telah mengelola wakaf
produktif dalam bentuk uang yang dikelola oleh lima Lembaga Keuangan Syari’ah
(LKS) sebagai penerima wakaf uang diantaranya Bank Syari’ah Mandiri, BNI
Syari’ah, Bank Muamalat, Bank DKI Syari’ah, Bank Mega Syari’ah. Yang
pengelolaanya akan diberdayakan oleh rumah sakit ibu dan anak yang berada di
Taktakan raya, Kelurahan Lontar Baru Kecamatan Serang Kabupaten Serang Banten.
Dana pengelolaan Wakaf Uang yang dimilki oleh BWI saat ini sebesar
Rp.2.500.000.000 yang rencananya akan dikelola untuk Pengembangan Wakaf benda
tidak bergerak yang sudah ada, seperti Pengembangan Bidang Kesehatan,
Pendidikan, Bidang Perekonomian Rakyat, Bidang Peternakan, Bidang Pertambangan
dan Bidang lain yang dapat dikembangkan lagi melalui Wakaf Benda Bergerak dan
Benda Tak Bergerak yang sudah dicanangkan oleh BWI hingga hari ini.
Maka Gerakan Wakaf Uang menjadi alternatif atas pengelolaan
wakaf di tengah krisis ekonomi, dan berakibat menurunnya rupiah pada merosotnya
pendapatan perkapita dan mengakibatkan jumlah penduduk miskin semakin
meningkat. Disadari secara luas bahwa dampak krisis ekonomi berdampak negatif
pada status kesehatan masyarakat baik secara fisik maupun non fisik maka
alternatife. Maka Wakaf Uang sebagai investasi sosial perlu mendapatkan
pengawasan terhadap pengelolaan harta wakaf tersebut yang indikasinya harta
wakaf tersebut dapat memberikan andil atas nasib kaum Mustadh’afin di
Indonesia.
Refrensi:
Penulis menggunakan Term “Mustadha’fin”, karena kemiskinan/
kelemahan dan ketidakberdayaan yang dialami oleh rakyat Indonesia adalah
kelemahan dari segi ekonomi dan politik rakyat yang terjadi di Indonesia, lebih
diakibatkan karena kemiskinan Struktural yang direkayasa oleh Pemerintah/Negara
sehingga akses kesejahteraan dan keadilaan tidak bisa di tempatkan pada
tempatnya. Dampak yang lebih serius adalah terjadinya kemiskinan pada
masyarakat Indonesia, di tangah melimpahnya sumber daya alam yang dimiliki saat
ini. Makna mustadh’afin adalah mereka orang-orang yang tertindas, teraniaya dan
terlemahkan oleh sistem Negara. Dalam terminologi al-Qur’an mereka adalah
pemimpin umat manusia di muka bumi. Sebagaimana yang disebutkan dalam al-Qur’an
dalam surat Al-Qashas: 4, 5. Al’araf:150, 75,137. Saba’:31-33. Annisa: 75,
97-98, Al-Anfal:26. Dalam konteks keindonesiaan mereka adalah kaum mayoritas
termiskinkan oleh sistem politik, sosial dan budaya seperti petani, buruh,
nelayan korban lingkungan, kaum urban yang termiskinkan dan khususnya umat
islam yang menjadi penduduk mayoritas yang benar-benar tidak berdaya atas
telikungan system kapitalisme global yang saatini mencengkeram mereka. Secara
Etimologi mustadh’afin berasal dari kata dza, ‘a, fa, berarti lemah, kemudian
ditambah dengan hamzah washol, fa, sin, ta’ bermakna tahawul artinya
terlemahkan. Karena kedudukannya sebagai isim fa’il maka berarti orang yang
terlemahkan oleh kondisi lingkungan yang dilingkupioleh sistem yang berlaku.
Lihat Muhammad Ma’shum, Amtsilah Tashrifiyyah, Jombang; Darul hifdzil
salafiyyah, 1994, h. 31.
Penulis mengkhususkan pembahasan pengelolaan wakaf uang
dalam diskursus wakaf produktif dalam bab analisis ini.
Dr. Bahesti, Kepemilikan dalam Islam, Teheran: Foundation of
Islamic Thought, 1988, h. 9.
Abul ‘Ala Al-Maududi, Asas Ekonomi Islam, Surabaya: PT Bina
Ilmu Surabaya, 2005, h. 7.
Tim Depag, Kumpulan Khutbah Wakaf, Jakarta: Direktorat
Pemberdayaan Wakaf dan Jenderal Bimbingan Islam Departemen Agama RI, 2008.
h.51.
Ibid., hal. 52.
Ibrahim bin Ali bin Yusuf, Attanbih fi Al-Fiqh Al-Syafi’i,
Beirut-Libanon, tt, h. 201.
Tim Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta:
Departemen Agama RI: 1979, h. 798.
al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulughul Maram min
Adillatil Ahkam, Semarang, Maktabah wa Matba’ah Hasyim Putra, tt, h. 128.
Tim Depag, Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, Jakarta:
Direktorat Pemberdayaan Wakaf dan Bimbingan Masyarakat Islam, 2008, h.1.
Tim Pusat Bahasa dan Budaya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
Berderma Untuk Semua Wacana dan Praktik Filantropi Islam, Jakarta: 2003, h.
247.
Ahmad Djuneidi dan Thobib Al-Asyhar, Menuju Era Wakaf
Produktif, Jakarta: Mumtaz Publishing, 2008, h.10.
Tim Pusat Bahasa dan Budaya UIN Syarif Hidayatullah Tim
Depag, Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, Jakarta: Direktorat Pemberdayaan
Wakaf dan Bimbingan Masyarakat Islam, 2008, h.1.
Ibid.,h.86.
Amelia Fauzia. dkk, Filantropi Islam dan Keadilan Sosial
Studi tentang Potensi,Tradisi,dan Pemanfaatan Filantropi Islam di Indonesia,
Jakarta: Center for Study of Religion and Culture (CSRC) UIN Syarif
Hidayatullah, 2006, h. 3.
Hasil Survei Penulis Ketika Penelitian di BWI Jakarta pada
Tanggal 20 April 2010. Yang terkandung dalam Compact Disc Digital Video dalam
tema “ Gerakan Pemberdayaan Wakaf Produktif “yang diterbitkan oleh Direktorat
Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama RI Tahun 2008.
Makalah hasil seminar “Membangunn Akuntabilitas Lembaga
Pengelola Wakaf “ yang diselenggarakan oleh Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo
Semarang, 8 April 2010. Ditulis oleh Prof. Uswatun Hasanah, Guru Besar Fakultas
Hukum Universitas Indonesia Jakarta.
Ibid., h: 2.
Ahmad bin Abdul ‘Azis, Waqfunnuqud wa Istismariha, Cairo:
Darul Fikr, 2000, h. 38.
Sistem kapitalis prinsipnya individu itu adalah pemilik
tunggal dari apa yang telah diperolehnya, tidak ada hak atasnya bagi orang
lain, dan dia berhak mengaturnya sesuai dengan kehendaknya. Dan diantara haknya
ialah bahwa ia boleh menumpuk sarana-sarana produksi yang dapat dijangkaunya,
dan tidak boleh membelanjakannya kecuali untuk hal-hal yang mendatangkan
keuntungan.
Marxis atau Komunis prinsipnya adalah sasaran produksi
ditetapkan menurut tujuan yang ditentukan oleh Negara, misalnya memproduksi
untuk perang atau menaikkan tingkat hidup untuk masa. Dengan demikian gerakan
harga dan pendapatan mengatur proses produksi tidak diizinkan. Dalam komunisme,konsumsi
maupun produksi akan dikendalikan secara produktif, sedangkan uang, harga,
upah, serta pertukaran bebas akan dihapuskan.
M.A. Mannan, Sertifikat Wakaf Tunai, Sebuah Inovasi
Instrumen Keuangan Islam, Jakarta, CIBER, PKTTIUI, 2001, h.20-21.
Ibid.,h.15 .
Brosur yang diperoleh Penulis pada tanggal 23 April 2010,
dari Badan Wakaf Indonesia (BWI) bertema “Kini Wakaf Uang Untuk Kesejahteraan
Masyarakat Dan Investasi Akhirat.” Yang mempromosikan tentang cara mudah Wakaf
Uang melalui LKS (Lembaga Keuangan Syari’ah) Penerima Wakaf Uang.
Data diperoleh dari Wawancara dengan Prof. Suparman Ibrahim
Abdillah, MA (Wakil Bendahara BWI) Pada tanggal 23 April 2010 di Kantor BWI Jl.
Pondok Gede Raya, Pinang Ranti Jakarta 13560.
Oleh: Muhammad Yusuf, S.H.I
(Pegiat Rumah Pendidikan Sciena Madani)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar