Kamis, 28 Maret 2013

Wakaf Tunai, Pengentasan Kemiskinan ?


Kemiskinan, hingga hari ini, tetap menjadi problematika mendasar yang harus dihadapi bangsa ‎Indonesia. Berdasarkan data Tim Indonesia Bangkit, angka kemiskinan mengalami peningkatan ‎dari 16 persen pada Februari 2005 menjadi 18,7 persen per Juli 2005 hingga 22 persen per ‎Maret 2006. Fakta ini menunjukkan bahwa tampaknya bangsa belum sepenuhnya 'merdeka' dari ‎kemiskinan. Pemerintah sendiri, sebagaimana diungkap Boediono, menganggarkan Rp 46 triliun ‎pada 2007 untuk menciptakan lapangan kerja. Tentu saja kita berharap bahwa rencana tersebut ‎dapat direalisasikan di lapangan, sehingga dampaknya dapat benar-benar dirasakan masyarakat. ‎ Solusi syariah
Pemerintah saat ini masih terlihat gamang dengan upaya mengentaskan kemiskinan. Berbagai ‎langkah yang ditempuh bersifat tambal sulam. Di satu sisi, pemerintah belum bisa melepaskan ‎diri dari utang luar negeri berbasis bunga, sehingga utang menjadi salah satu sumber utama ‎pembiayaan APBN. Namun di sisi lain, utang luar negeri yang belum terserap jumlahnya juga ‎tidak sedikit. Berdasarkan data Bappenas, hingga Juli 2006, utang luar negeri yang belum ‎terserap mencapai 8-9 miliar dolar AS. ‎

Apapun alasannya, ini merupakan fenomena yang sangat memprihatinkan. Kondisi itu terjadi ‎sebagai akibat paradigma utang konvensional yang tidak berpihak pada sektor riil. Untuk itu, ‎paradigma tersebut harus diubah secara total jika kita ingin melepaskan diri dari jebakan ‎perangkap utang dan tekanan kreditor. Mengembangkan ekonomi syariah menjadi pilihan yang ‎terbaik.‎

Sesungguhnya, telah banyak solusi yang ditawarkan para praktisi dan akademisi ekonomi ‎syariah. Solusi tersebut antara lain melalui penerbitan sukuk. Meskipun sukuk sendiri pada ‎hakikatnya mirip dengan utang, namun ia memiliki bentuk yang berbeda dengan utang ‎konvensional. Sukuk haruslah berbasis aset dan proyek di sektor riil, sedangkan utang ‎konvensional tidak mewajibkannya. Bahkan sebaliknya, undang-undang melarang pemerintah ‎menerbitkan SUN yang berbasis aset. Sehingga, sukuk dapat memberikan lebih banyak manfaat ‎dalam menciptakan lapangan kerja karena dana yang terserap akan benar-benar digunakan ‎pada sektor riil dan tidak bisa digunakan untuk spekulasi di pasar uang.‎
Solusi lain harus mulai kita kampanyekan secara lebih intensif adalah menggali sumber dana ‎pembangunan melalui wakaf tunai. Inilah sebenarnya 'raksasa' yang jika bangkit, perekonomian ‎nasional bakal segera menggeliat dan memerdekakan dirinya dari belenggu kapitalisme global.‎

Wakaf tunai Sesungguhnya jika ditelaah, wakaf tunai pada hakikatnya bukan merupakan instrumen baru. ‎Praktik wakaf tunai telah dikenal lama dalam sejarah Islam. Sebagaimana dikutip KH Didin ‎Hafidhuddin, Imam Az Zuhri (wafat tahun 124 H) memberikan fatwa yang membolehkan wakaf ‎diberikan dalam bentuk uang, yang saat itu berupa dinar dan dirham, untuk pembangunan ‎sarana dakwah, sosial dan pembangunan umat. Kemudian, istilah wakaf tunai tersebut kembali ‎dipopulerkan oleh MA Mannan, seorang pakar ekonomi syariah asal Bangladesh, melalui ‎pendirian Social Investment Bank (SIB), bank yang berfungsi mengelola dana wakaf. ‎

Sebenarnya, wakaf tunai itu pada dasarnya bertujuan menghimpun dana abadi yang bersumber ‎dari umat, yang kemudian dapat dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya kepentingan dakwah dan ‎masyarakat. Selama ini, masyarakat hanya mengenal wakaf dalam bentuk tanah dan bangunan. ‎Sedangkan wakaf dalam bentuk uang belum tersosialisasi dengan baik. ‎

Padahal, wakaf tunai ini memberi kesempatan kepada setiap orang untuk bersadaqah jariyah ‎dan mendapat pahala yang tidak terputus tanpa harus menunggu menjadi tuan tanah atau ‎saudagar kaya. Orang bisa berwakaf hanya dengan membeli selembar sertifikat wakaf tunai yang ‎diterbitkan oleh institusi pengelola wakaf (nadzir). Hal tersebut berbeda dengan zakat, di mana ‎untuk menjadi muzakki, seseorang harus memenuhi sejumlah persyaratan yang di antaranya ‎adalah hartanya harus melebihi nishab.‎

Dana wakaf yang terkumpul ini selanjutnya dapat digulirkan dan diinvestasikan oleh nadzir ke ‎dalam berbagai sektor usaha yang halal dan produktif, sehingga keuntungannya dapat ‎dimanfaatkan untuk pembangunan umat dan bangsa secara keseluruhan. Bisa dibayangkan, jika ‎‎20 juta umat Islam Indonesia mau mengumpulkan wakaf tunai senilai Rp 100 ribu setiap bulan, ‎maka dana yang terkumpul berjumlah Rp 24 triliun setiap tahun. Jika 50 juta orang yang ‎berwakaf, maka setiap tahun akan terkumpul dana wakaf sebesar Rp 60 triliun. Sungguh suatu ‎potensi yang luar biasa.‎

Fakta pun telah menunjukkan bahwa banyak lembaga yang bisa bertahan dengan ‎memanfaatkan dana wakaf, dan bahkan memberikan kontribusi yang signifikan. Sebagai contoh ‎adalah Universitas Al Azhar Mesir, PP Modern Gontor, Islamic Relief (sebuah organisasi ‎pengelola dana wakaf tunai yang berpusat di Inggris), dan sebagainya.‎
Islamic Relief mampu mengumpulkan wakaf tunai setiap tahun tidak kurang dari 30 juta ‎poundsterling, atau hampir Rp 600 miliar, dengan menerbitkan sertifikat wakaf tunai senilai 890 ‎poundsterling per lembar. Dana wakaf tunai tersebut kemudian dikelola secara amanah dan ‎profesional, dan disalurkan kepada lebih dari 5 juta orang yang berada di 25 negara. Bahkan di ‎Bosnia, wakaf tunai yang disalurkan Islamic Relief mampu menciptakan lapangan kerja bagi lebih ‎dari 7.000 orang melalui program Income Generation Waqf. ‎

Melihat potensinya yang luar biasa, pemerintah hendaknya mulai memikirkan secara serius ‎upaya untuk menggali potensi wakaf tunai ini. Kita beruntung bahwa Indonesia telah memiliki UU ‎No 41/2004 tentang Wakaf. Namun demikian, hal tersebut belumlah cukup, apalagi Badan Wakaf ‎Indonesia (BWI) sebagai amanat UU tersebut belum juga terbentuk. ‎

Ada tiga langkah yang mendesak untuk dilakukan. Pertama, hendaknya kampanye dan ‎sosialisasi wakaf tunai lebih ditingkatkan. Kedua, segera membentuk dan memperkuat struktur ‎BWI sebagai lembaga nadzir negara. Ketiga, mendorong bank syariah dan lembaga keuangan ‎syariah lainnya untuk mengintensifkan gerakan wakaf tunai sebagai gerakan pengentasan ‎kemiskinan nasional.‎

Selasa, 26 Maret 2013

MAAF


1. Memberi maaf membuat kepribadian kita berkembang.

Memang ada orang yang lebih memilih menyimpan rasa sakit hati dan dendam. Karena itu membuat mereka dalam posisi “benar” dan orang lain yang salah. Perasaan itu justru membuat mereka “nyaman” dan tidak perlu berubah.

Memberi maaf dalam kasus-kasus “berat” seringkali sama sakitnya dengan sakit hati itu sendiri. Karena mengharuskan kita melakukan introspeksi, yang tak jarang berakhir pada kesimpulan bahwa kita juga memiliki andil dalam kesalahan yang dilakukan orang itu terhadap kita. Pada satu titik, kita menyadari bahwa pasangan yang selingkuh justru diakibatkan karena sikap kita dirumah selama ini yang kurang memberi kasih sayang, penghargaan atau bersikap egois. Bahwa kita bisa ditipu orang justru karena keserakahan kita sendiri.
Pengakuan seperti ini sering menyakitkan. Alih-alih menyalahkan orang lain, kita malah dihadapkan pada sebuah kesadaran mengenai kesalahan kita sendiri. Sebuah kesadaran yang mengharuskan kita berubah. Tapi ketahuilah, rasa sakit yang satu ini akan berbuah kenikmatan dan kedamaian di hati pada akhirnya. Ia akan membuat kita lebh bijaksana dan menjadi orang yang lebih baik.

2. Memberi maaf membuat kita berdamai dengan masa lalu

Memberi maaf membebaskan kita dari belenggu jiwa yang mengikat dan mengerdilkan diri kita. Setiap langkah yang kita lalui dalam hidup ini memuat pelajaran kehidupan yang bersifat Ilahi. Ada pelajaran yang hendak disampaikan Tuhan melalui langkah dan tahapan yang kita lalui dalam hidup ini.

Dengan memberi maaf (dari dasar hati, bukan sekedar ucapan pemanis bibir), berarti kita telah berdamai dengan masa lalu kita, termasuk diantaranya adalah orang-orang yang telah menyakiti hati kita.
Bila kita masih menyimpan sakit hati dan kekecewaan, berarti kita belum lulus ujian pelajaran kehidupan yang diberikan Tuhan. Kalau belum lulus ujian, maka kelak kita akan diharuskan mengulang kembali pelajaran tersebut.

3. Memberi maaf adalah hadiah terbesar yang kita berikan kepada diri kita.

Tidak masalah apakah orang yang kita maafkan itu pantas atau tidak untuk dimaafkan. Apalagi bila orang itu tidak pernah meminta maaf. (Memang ada orang yang tidak pernah meminta maaf untuk kesalahan yang ia lakukan. Lebih parah lagi, ia bahkan tidak merasa salah!)
Dalam situasi seperti itu, sadarilah bahwa itu bukan urusan kita. Orang seperti itu punya masalah dengan diri mereka sendiri, dan mereka pasti menerima akibat dari sikap seperti itu. Bukannya mensyukuri, tapi orang seperti itu justru perlu dikasihi.
Pada hakikatnya, tindakan memberi maaf adalah tindakan menyangkut diri kita sendiri, bukan orang lain. Bukan pula tergantung bagaimana sikap orang yang sudah menyakiti hati kita. Karena memberi maaf membuat pikiran kita lebih jernih, lebih terbuka dan lebih luas. Ia membuat jiwa kita lebih kaya. Ingat, orang yang “memberi” adalah orang yang lebih “kaya.” Ia membuat kita lebih sabar dan lebih percaya diri.

4. Memberi maaf membuat kita lebih jujur kepada diri sendiri.

Mungkin saja kita sama sekali tidak pernah berbuat salah kepada orang yang bersalah kepada kita. (“Apa salah saya kepada kamu sehingga kamu berbuat seperti ini pada saya?”) Namun bila kita sedikit lebih jujur dan terbuka kepada diri sendiri, maka segera kita sadari bahwa kitapun pernah berbuat salah kepada orang lain. Kita juga manusia yang jauh dari sempurna. Mungkin saja orang yang menyakiti hati kita hanyalah perantara utusan Tuhan untuk menyadarkan kesalahan yang pernah kita lakukan kepada orang lain. Karena itu, bukannya malah benci dan mendendam, kita justru patut berterima kasih kepada “si utusan Tuhan” ini.




5. Secara sosial, tindakan memberi maaf diterima sebagai sikap seorang ksatria dan berjiwa besar.

Apakah memaafkan perlu diucapkan secara verbal? Saya kira tidak ada sebuah pedoman baku untuk itu, karena sangat tergantung pada situasinya. Apalagi bila yang bersangkutan tidak pernah meminta maaf, tentu akan aneh bila tiba-tiba kita mengatakan bahwa kita memaafkan kesalahannya.
Namun yang terpenting adalah, apakah kita sudah memaafkannya dari dasar hati? Apakah kita sudah memetik pelajaran yang hendak disampaikan Tuhan melalui dia? Kalau sudah, maka sikap kita yang memaafkan akan tercermin dalam bahasa tubuh dan tutur kata kita. Dan dengan itu, sebuah jalinan tali persaudaraan umat manusia yang sempat terputus bisa tersambung kembali.
Saya selalu yakin, Tuhan memberikan moment-moment tertentu dalam hidup manusia sebagai saat yang tepat untuk menjalin kembali tali persaudaraan yang sempat putus. Moment-moment itu adalah Tahun Baru, Lebaran, Natal, Hari Nyepi, Hari Waisak, atau hari ulang tahun. Bisa juga moment berupa kelahiran seorang bayi, pesta pernikahan, atau upacara wafat anggota keluarga. Itulah moment menurut saya kita perlu saling memaafkan. Niscaya hidup kita akan lebih damai dan menjadi orang yang lebih mencintai dan dicintai.

Mari berbagi kebahagian dengan sesama melalui Wakaf
Rumah_Wakaf ^_^

Jumat, 22 Maret 2013

Aku Ingin Mama Kembali

Di Propinsi Zhejiang China, ada seorang anak laki-laki yang luar biasa, sebut saja namanya Zhang Da. Perhatiannya yang besar kepada Papanya, hidupnya yang pantang menyerah dan mau bekerja keras, serta tindakan dan perkataannya yang menyentuh hati membuat Zhang Da, anak lelaki yang masih berumur 10 tahun ketika memulai semua itu, pantas disebut anak yang luar biasa. Saking jarangnya seorang anak yang berbuat demikian, sehingga ketika Pemerintah China mendengar dan menyelidiki apa yang Zhang Da perbuat maka, merekapun memutuskan untuk menganugerahi penghargaan Negara yang Tinggi kepadanya. Zhang Da adalah salah satu dari sepuluh orang yang dinyatakan telah melakukan perbuatan yang luar biasa dari antara 1,4 milyar penduduk China . Tepatnya 27 Januari 2006 Pemerintah China, di Propinsi Jiangxu, kota Nanjing, serta disiarkan secara Nasional keseluruh pelosok negeri, memberikan penghargaan kepada 10 (sepuluh) orang yang luar biasa, salah satunya adalah Zhang Da. Mengikuti kisahnya di televisi, membuat saya ingin menuliskan cerita ini untuk melihat semangatnya yang luar biasa. Bagi saya Zhang Da sangat istimewa dan luar biasa karena ia termasuk 10 orang yang paling luar biasa di antara 1,4 milyar manusia. Atau lebih tepatnya ia adalah yang terbaik diantara 140 juta manusia. Tetapi jika kita melihat apa yang dilakukannya dimulai ketika ia berumur 10 tahun dan terus dia lakukan sampai sekarang (ia berumur 15 tahun), dan satu-satunya anak diantara 10 orang yang luar biasa tersebut maka saya bisa katakan bahwa Zhang Da yang paling luar biasa di antara 1,4 milyar penduduk China.
Pada waktu tahun 2001, Zhang Da ditinggal pergi oleh Mamanya yang sudah tidak tahan hidup menderita karena miskin dan karena suami yang sakit keras. Dan sejak hari itu Zhang Da hidup dengan seorang Papa yang tidak bisa bekerja, tidak bisa berjalan, dan sakit-sakitan. Kondisi ini memaksa seorang bocah ingusan yang waktu itu belum genap 10 tahun untuk mengambil tanggungjawab yang sangat berat. Ia harus sekolah, ia harus mencari makan untuk Papanya dan juga dirinya sendiri, ia juga harus memikirkan obat-obat yang yang pasti tidak murah untuk dia. Dalam kondisi yang seperti inilah kisah luar biasa Zhang Da dimulai. Ia masih terlalu kecil untuk menjalankan tanggung jawab yang susah dan pahit ini. Ia adalah salah satu dari sekian banyak anak yang harus menerima kenyataan hidup yang pahit di dunia ini. Tetapi yang membuat Zhang Da berbeda adalah bahwa ia tidak menyerah. Hidup harus terus berjalan, tapi tidak dengan melakukan kejahatan, melainkan memikul tanggungjawab untuk meneruskan kehidupannya dan papanya. Demikian ungkapan Zhang Da ketika menghadapi utusan pemerintah yang ingin tahu apa yang dikerjakannya. Ia mulai lembaran baru dalam hidupnya dengan terus bersekolah. Dari rumah sampai sekolah harus berjalan kaki melewati hutan kecil. Dalam perjalanan dari dan ke sekolah itulah, Ia mulai makan daun, biji-bijian dan buah-buahan yang ia temui. Kadang juga ia menemukan sejenis jamur, atau rumput dan ia coba memakannya. Dari mencoba-coba makan itu semua, ia tahu mana yang masih bisa ditolerir oleh lidahnya dan mana yang tidak bisa ia makan. Setelah jam pulang sekolah di siang hari dan juga sore hari, ia bergabung dengan beberapa tukang batu untuk membelah batu-batu besar dan memperoleh upah dari pekerjaan itu. Hasil kerja sebagai tukang batu ia gunakan untuk membeli beras dan obat-obatan untuk papanya.. Hidup seperti ini ia jalani selama lima tahun tetapi badannya tetap sehat, segar dan kuat
Zhang Da Merawat Papanya yang Sakit.
Sejak umur 10 tahun, ia mulai tanggungjawab untuk merawat papanya. Ia menggendong papanya ke WC, ia menyeka dan sekali-sekali memandikan papanya, ia membeli beras dan membuat bubur, dan segala urusan papanya, semua dia kerjakan dengan rasa tanggung jawab dan kasih. Semua pekerjaan ini menjadi tanggung jawabnya sehari-hari.
Zhang Da menyuntik sendiri papanya.
Obat yang mahal dan jauhnya tempat berobat membuat Zhang Da berpikir untuk menemukan cara terbaik untuk mengatasi semua ini. Sejak umur sepuluh tahun ia mulai belajar tentang obat-obatan melalui sebuah buku bekas yang ia beli. Yang membuatnya luar biasa adalah ia belajar bagaimana seorang suster memberikan injeksi/suntikan kepada pasiennya. Setelah ia rasa ia mampu, ia nekad untuk menyuntik papanya sendiri. Saya sungguh kagum, kalau anak kecil main dokter-dokteran dan suntikan itu sudah biasa. Tapi jika anak 10 tahun memberikan suntikan seperti layaknya suster atau dokter yang sudah biasa memberi injeksi saya baru tahu hanya Zhang Da. Orang bisa bilang apa yang dilakukannya adalah perbuatan nekad, sayapun berpendapat demikian. Namun jika kita bisa memahami kondisinya maka saya ingin katakan bahwa Zhang Da adalah anak cerdas yang kreatif dan mau belajar untuk mengatasi kesulitan yang sedang ada dalam hidup dan kehidupannya. Sekarang pekerjaan menyuntik papanya sudah dilakukannya selama lebih kurang lima tahun, maka Zhang Da sudah trampil dan ahli menyuntik.
Aku Mau Mama Kembali.
Ketika mata pejabat, pengusaha, para artis dan orang terkenal yang hadir dalam acara penganugerahan penghargaan tersebut sedang tertuju kepada Zhang Da, Pembawa Acara bertanya kepadanya, “Zhang Da, sebut saja kamu mau apa, sekolah di mana, dan apa yang kamu rindukan untuk terjadi dalam hidupmu, berapa uang yang kamu butuhkan sampai kamu selesai kuliah, besar nanti mau kuliah di mana, sebut saja. Pokoknya apa yang kamu idam-idamkan sebut saja, di sini ada banyak pejabat, pengusaha, orang terkenal yang hadir. Saat ini juga ada ratusan juta orang yang sedang melihat kamu melalui layar televisi, mereka bisa membantumu!” Zhang Da pun terdiam dan tidak menjawab apa-apa. MC pun berkata lagi kepadanya, “Sebut saja, mereka bisa membantumu” Beberapa menit Zhang Da masih diam, lalu dengan suara bergetar iapun menjawab, “Aku Mau Mama Kembali. Mama kembalilah ke rumah, aku bisa membantu Papa, aku bisa cari makan sendiri, Mama Kembalilah!” demikian Zhang Da bicara dengan suara yang keras dan penuh harap. Saya bisa lihat banyak pemirsa menitikkan air mata karena terharu, saya pun tidak menyangka akan apa yang keluar dari bibirnya. Mengapa ia tidak minta kemudahan untuk pengobatan papanya, mengapa ia tidak minta deposito yang cukup untuk meringankan hidupnya dan sedikit bekal untuk masa depannya, mengapa ia tidak minta rumah kecil yang dekat dengan rumah sakit, mengapa ia tidak minta sebuah kartu kemudahan dari pemerintah agar ketika ia membutuhkan, melihat katabelece yang dipegangnya semua akan membantunya. Sungguh saya tidak mengerti, tapi yang saya tahu apa yang dimintanya, itulah yang paling utama bagi dirinya. Aku Mau Mama Kembali, sebuah ungkapan yang mungkin sudah dipendamnya sejak saat melihat mamanya pergi meninggalkan dia dan papanya.
Tidak semua orang bisa sekuat dan sehebat Zhang Da dalam mensiasati kesulitan hidup ini. Tapi setiap kita pastinya telah dikaruniai kemampuan dan kekuatan yang istimewa untuk menjalani ujian di dunia. Sehebat apapun ujian yang dihadapi pasti ada jalan keluarnya…ditiap-tiap kesulitan ada kemudahan dan Allah tidak akan menimpakan kesulitan diluar kemampuan umat-Nya. Jadi janganlah menyerah dengan keadaan, jika sekarang sedang kurang beruntung, sedang mengalami kekalahan…. bangkitlah!!! karena sesungguhnya kemenangan akan diberikan kepada siapa saja yang telah berusaha sekuat kemampuannya.

Kamis, 21 Maret 2013

Hati Organik


Assalamu’alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Kadang orang melihat, membaca kalimat Hati Organik tersenyum seperti melihat sesuatu yang lucu.
Berawal dari keping-keping kepedulian untuk diri sendiri.
Kita semua tahu sampah adalah sesuatu yang sudah tidak berguna dan dibuang orang.
Tapi kalau kita punya sedikit kepedulian, sampah bisa dipisahkan, yang organik dan anorganik. Dari sampah organik, bekas potongan sayuran, kulit buah-buahan di dapur. Secara manual biasa kita bikin pupuk organik. Dimana pupuk organik ini bisa menjadi media tanam untuk sayuran, tomat, sawi, untuk keperluan sehari-hari, tanaman tersebut menghasilkan sayuran organik.
Sudah banyak orang cerdas yang peduli dengan kesehatan, beralih kesayuran,beras, ikan organik biarpun harganya lebih mahal.
Kenapa ?. Karena sayuran, buah-buahan, yang serba organik vitaminnya lebih baik, lebih menyehatkan, karena alami tidak mempergunakan zat-zat yang mengandung kimia.
Atas dasar pengalaman itu saya berfikir kenapa kita tidak buat hati kita hati organik, hati yang baik dari hati sebelumnya, lebih bekualitas, lebih peduli…

Rabu, 20 Maret 2013

WAKAF dalam Al Quran dan Hadist

Al Quran :
“Kalian sekali-kali tidak akan menggapai kebaikan kecuali kalian mau menginfaqkan harta-benda yang kalian cintai”. (Q.S. Ali Imran: 92).
Diriwayatkan bahwa Abu Thalhah, ketika beliau mendengar ayat tersebut, beliau bergegas untuk mewakafkan sebagian harta yang ia cintai, yaitu Beirha, sebuah kebun yang terkenal.
“Dan kebaikan apa saja yang mereka lakukan, maka sekali-kali mereka tidak akan terhalangi dari pahalanya, dan Allah Maha Mengetahui keadaan orang-orang yang bertaqwa”. (Q.S. Ali Imran, 115).
Bahwa diantara perilaku kebaikan itu adalah wakaf
“Dan kebaikan apa saja yang mereka lakukan, maka sekali-kali mereka tidak akan terhalangi dari pahalanya, dan Allah Maha Mengetahui keadaan orang-orang yang bertaqwa”. (Q.S. Ali Imran, 115).
bahwa diantara hal-hal yang merupakan bekas-bekas peninggalan orang yang sudah wafat dan dituliskannya pahala untuk mereka adalah wakaf.
Hadist :
Hadits dari Abdullah ibn Umar, katanya: Umar (Bapakku) mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, maka beliau mendatangi Rasulullah, dan berkata: “Saya mendapatkan sebidang tanah di Khaibar yang aku tidak hanya ingin mendapatkan hartanya semata, maka apa yang akan engkau perintahkan kepadaku dengan tanah itu? Jawab rasulullah: Jika engkau mau, pertahankan pokok harta tanah itu, dan bershadaqahlah dari hasilnya.” Maka, Umar pun bershadaqah dengan hasil sebidang tanah itu, beliau tidak menjual atau menghibahkan tanah tersebut, ataupun mewariskannya. Shadaqahnya, beliau salurkan kepada orang fakir-miskin, kerabat, memerdekakan budak, fii sabilillah, tamu, ibnu sabil, dan beliau tidak melarang orang lain untuk mengambil dan memakannya asal sebatas kewajaran, atau memberi makan kawannya asalkan bukan untuk memperkaya diri. (Lihat: HR. Bukhari, bab al-syuruth fii al-waqf, hal. 2737, Muslim dalam Al-Washiyah, bab al-waqf, hal. 1632).
Hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: “Jika anak keturunan Adam wafat, maka terputuslah seluruh amalnya, kecuali tiga perkara: (i) Shadaqah jariyah, (ii) Ilmu yang bermanfaat, dan (iii) Anak shalih yang mendoakannya,” (HR. Muslim).